[Seputar
Ibadah Puasa]
✿ Bagaimana
Berpuasa Dengan Kadar 24 Karat.
Semakin
maksimal seorang hamba meninggalkan perbuatan maksiat saat puasa, semakin baik
kualitas puasanya, dan tentu semakin sempurna pahalanya. Bila makan dan minum, yang hukum
asalnya mubah saja diharamkan bagi orang yang sedang berpuasa, apalagi
berdusta, ghibah, bersaksi palsu, mengadu domba, dan perbuatan maksiat lainnya,
yang hukum asalnya adalah haram. Tentu lebih diharamkan lagi bagi orang yang
sedang puasa.
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda :
“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan zur (perkataan dusta),
mengamalkannya, atau tindakan bodoh, maka Allah tidak butuh atas usahanya dalam
menahan rasa lapar dan dahaga” (HR. Bukhori no.1903).
Makna ‘zuur’ pada hadis di atas adalah perkataan
dusta. Yang paling parahnya adalah persaksian palsu, yakni persaksian untuk
menindas hak orang lain, atau untuk membenarkan yang keliru. Kemudian
“mengamalkannya”, maksudnya melakukan tindakan-tindakan runtutan dari perkataan
dustanya. Termasuk dalam hal ini, segala macam perbuatan yang menyimpang dari
kebenaran, yakni maksiat. Adapun makna tindakan bodoh di sini, adalah bodoh
(tidak peduli) terhadap hak sesama. Seperti iri, hasad, menebar kebencian
sesama muslim, dll.
Ternyata untuk meraih kesempurnaan
puasa, tidak cukup hanya dengan meninggalkan makan dan minum saja. Namun harus
ada perjuangan meningalkan perbuatan sia-sia dan maksiat. Yang mana hal-hal
tersebut akan merusak pahala puasa. Inilah puncak daripada tujuan disyariatkan
puasa dan bentuk puasa yang diinginkan oleh Allah ‘azza wa
jalla dalam firmanNya
:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian untuk berpuasa
sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian
menjadi insan yang bertakwa” (QS. Al- Baqarah : 183).
Bila puasa sekedar menahan lapar dan
dahaga saja, semua orang bisa melakukannya. Tidak yang awam, tidak yang sudah
tau agama. Bahkan orang-orang non muslim pun mampu. Namun, puasa lahir dan
batin, yakni puasa dari makan minum, dan juga dari perbuatan-perbuatan maksiat
yang dapat menodai kesucian hati dan merusak pahala puasa, tak semua orang dapat
melakukan. Kecuali mereka yang dirahmati Allah ‘azza wa
jalla.
Disinilah peluang untuk berlomba-lomba
dalam meraih kualitas puasa terbaik. Semakin maksimal seorang hamba
meninggalkan perbuatan maksiat saat puasa, semakin baik kualitas puasanya, dan
tentu semakin sempurna pahalanya. Dalam Al Quran Allah ‘azza wa
jalla selalu memberi
motivasi kepada hambaNya dalam hal ini :
“Berlomba-lombalah dalam kebaikan” (QS. Al Baqarah : 148).
Dalam ayat lain, Allah berfirman :
“Bergegaslah kalian kepada ampunan Tuhanmu dan surga yang luasnya
seluas langit dan bumi. Yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”
(QS. Ali Imran : 133)
Apakah
Maksiat Membatalkan Puasa?
Ibnu Rojab al Hambali, dalam buku
beliau : Jami’ul
‘Ulum wal Hikam (jilid
1, hal.180) menuliskan sebuah kaidah :
Larangan yang berhubungan khusus dengan suatu ibadah, maka bila dilakukan,
larangan tersebut dapat membatalkan ibadah yang bersangkutan. Adapun suatu
larangan yang sifatnya umum (tidak ada hubungan khusus dengan suatu ibadah),
maka bila dilakukan tidak membatalkan ibadah.
Seperti puasa, larangan dari makan dan
minum ada kaitan khusus dengan ibadah puasa. Karena di luar puasa, makan dan
minum dibolehkan. Hanya saat puasa saja, seorang dilarang dari makan dan minum.
Maka dari itu, larangan ini bila dilanggar akan membatalkan puasa. Adapun
larangan dari perkataan dusta, ghibah, mengadu domba, dan maksiat lainnya, itu
tidak ada kaitan khusus dengan puasa. Karena larangan ini diberlakukan umum,
baik saat puasa maupun di luar ibadah puasa.
Dari kaidah ini, kita bisa ketahui,
bahwa perbuatan maksiat tidak membatalkan puasa, hanya saja akan mengurangi
pahala puasa. Apabila dilakukan terus menerus atau semakin banyak, maka akan
sampai pada keadaan dimana seorang tidak mendapatkan dari puasanya, selain rasa
lapar dan dahaga saja. Sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu’
alaihi wasallam dalam
sabda beliau :
“Berapa banyak orang yang berpuasa, tidak mendapatkan buah dari
puasanya selain rasa lapar. Dan berapa banyak orang yang bangun beribadah di
malam hari, namun tidak mendapatkan melainkan sekedar begadang.” (HR. Ibnu Majah).
Semoga Allah memberkahi hari-hari
ramadhan kita.
Wallahu ta’ala a’lam.
※ Ya Allah... semoga yang membaca artikel ini :
¤ Muliakanlah orangnya… Yang belum menemukan jodoh semoga lekas dipertemukan... Yang belum mendapatkan keturunan semoga cepat mendapatkannya… Semoga tergerak hatinya untuk bersedekah… Yang laki2 entengkanlah kakinya untuk melangkah ke masjid… Bahagiakanlah keluarganya… Luaskan rezekinya seluas lautan… Mudahkan segala urusannya… Kabulkan cita-citanya… Jauhkan dari segala Musibah, Penyakit, Prasangka Keji… Jauhkan dari segala Fitnah, Berkata Kasar dan Mungkar. Aamiin ya Rabbal'alamin.
¤ Muliakanlah orangnya… Yang belum menemukan jodoh semoga lekas dipertemukan... Yang belum mendapatkan keturunan semoga cepat mendapatkannya… Semoga tergerak hatinya untuk bersedekah… Yang laki2 entengkanlah kakinya untuk melangkah ke masjid… Bahagiakanlah keluarganya… Luaskan rezekinya seluas lautan… Mudahkan segala urusannya… Kabulkan cita-citanya… Jauhkan dari segala Musibah, Penyakit, Prasangka Keji… Jauhkan dari segala Fitnah, Berkata Kasar dan Mungkar. Aamiin ya Rabbal'alamin.
“Bila kau tak tahan lelahnya belajar maka kau
harus tahan menanggung perihnya kebodohan” (Imam Syafi’i)