[Seputar Ibadah Puasa]
✿ Sebuah Renungan
Dari Penantian Waktu Berbuka Puasa.
Anda bisa bayangkan, bagaimana perasaan anda bila setelah
penantian yang cukup melelahkan, anda membuka tutup saji hidangan yang terletak
di meja makan, ternyata anda tidak menemukan secuil makanan dan setetes air
minuman?
Di bulan Ramadhan,
setiap muslim memiliki tradisi baru yaitu menantikan detik-detik matahari
terbenam yang menandai datangnya malam dan kepergian siang. Ada satu alasan
anda menantikan terbenamnya matahari, yaitu pada waktu itu anda diizinkan untuk
berbuka puasa.
Dan biasanya pula,
untuk menyambut terbenamnya matahari ini, istri atau ibu anda menyiapkan menu
makanan dan minuman yang lezat. Terlebih lagi anda menyantap hidangan dan
minuman itu setelah sesiangan menahan rasa lapar dan dahaga. Padahal sepenuhnya
anda menyadari, tanpa anda nantikan matahari pasti terbenam, dan tanpa istri
atau ibunda mempersiapkan hidangan atau minuman, mentari pasti terbenam.
Anda bisa
bayangkan, bagaimana perasaan anda bila setelah penantian yang cukup
melelahkan, anda membuka tutup saji hidangan yang terletak di meja makan,
ternyata anda tidak menemukan secuil makanan dan setetes air minuman. Kira
kira, apa dan bagaimana perasaan anda? Kecewa, konyol, marah dan duka yang
mendalam. Bukankah demikian?
Kondisi di atas
sejatinya adalah ilustrasi sederhana tentang ajal yang saat ini tidak anda
nantikan namun pasti datang menjemput anda. Saat ini, selama anda menjalani
kehidupan di dunia, sejatinya anda sedang berpuasa, menahan diri dari berbagai
kenikmatan yang menanti anda di surga kelak. Kehidupan dunia ini bagaikan puasa
yang saat ini anda jalankan, dan tidak lama lagi mentari kehidupan anda
pastilah berakhir dan terbenam. Namun sudahkah anda menyiapkan hidangan lezat
dan minuman segar yang akan anda santap setelah anda memejamkan mata kehidupan
di dunia dan membuka mata di kehidupan di akhirat?
Bila ibadah puasa
dengan menahan diri dari kenikmatan dunia menjadikan anda dan keluarga anda
sadar untuk menyiapkan sajian berbuka, maka mengapa selama ini perintah Allah
kepada anda untuk menahan diri dari syahwat dan kenikmatan haram seakan belum
menggugah anda dari kelalaian panjang dari menyiapkan sajian untuk berbuka di
akhirat kelak? Mungkinkah anda lebih siap untuk menahan rasa kecewa dan duka
yang akan menimpa anda ketika kelak membuka mata di alam kubur, melebihi
kesiapan anda untuk menahan kecewa dan duka karena setelah mentari dunia
terbenam anda tidak menemukan secuil hidangan atau setetes minuman? Renungkan
baik baik! Dan simak firman Allah Ta’ala berikut, semoga segera terjaga dari
kelalaian yang telah berkepanjangan :
“Belumkah
datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka
mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan
janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab
kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka
menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik”
(QS. Al Hadid : 16).
※ Ya Allah... semoga yang membaca artikel ini :
¤ Muliakanlah orangnya… Yang belum menemukan jodoh semoga lekas dipertemukan... Yang belum mendapatkan keturunan semoga cepat mendapatkannya… Semoga tergerak hatinya untuk bersedekah… Yang laki2 entengkanlah kakinya untuk melangkah ke masjid… Bahagiakanlah keluarganya… Luaskan rezekinya seluas lautan… Mudahkan segala urusannya… Kabulkan cita-citanya… Jauhkan dari segala Musibah, Penyakit, Prasangka Keji… Jauhkan dari segala Fitnah, Berkata Kasar dan Mungkar. Aamiin ya Rabbal'alamin.
¤ Muliakanlah orangnya… Yang belum menemukan jodoh semoga lekas dipertemukan... Yang belum mendapatkan keturunan semoga cepat mendapatkannya… Semoga tergerak hatinya untuk bersedekah… Yang laki2 entengkanlah kakinya untuk melangkah ke masjid… Bahagiakanlah keluarganya… Luaskan rezekinya seluas lautan… Mudahkan segala urusannya… Kabulkan cita-citanya… Jauhkan dari segala Musibah, Penyakit, Prasangka Keji… Jauhkan dari segala Fitnah, Berkata Kasar dan Mungkar. Aamiin ya Rabbal'alamin.
“Bila kau tak tahan lelahnya belajar maka kau
harus tahan menanggung perihnya kebodohan” (Imam Syafi’i)