Minggu, 22 Mei 2016

✿ Ayat Tentang Puasa Dalam Al Quran, QS. Al-Baqoroh : 183.



[Seputar ‘Ibadah Puasa’]
Ayat Tentang Puasa Dalam Al Quran, QS. Al-Baqoroh : 183.

Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepada kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa (QS. al-Baqoroh : 183).
Pada bagian ini akan dijelaskan tentang :
1. Sikap terhadap seruan : Wahai orang-orang yang beriman….
2. Definisi puasa.
3. Puasa telah diwajibkan pula pada umat sebelum kita.
4. Tujuan puasa untuk mencapai ketakwaan.

PENJELASAN :

1). Sikap terhadap Seruan : “Wahai Orang-orang yang Beriman….”

Sahabat Nabi Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu berkata :
“Jika engkau mendengar Allah berfirman : Wahai orang-orang yang beriman, maka pasang pendengaran baik-baik karena padanya (pasti terdapat) kebaikan yang diperintahkan atau keburukan yang akan dilarang” (riwayat Ibnu Abi Hatim dalam Tafsirnya dan Abu Nu’aim dalam Hilyatul Awliyaa’)

Setiap perintah dalam al-Quran pasti mengandung kebaikan, kemaslahatan, keberuntungan, manfaat, keindahan, keberkahan. Sedangkan setiap larangan dalam al-Quran pasti mengandung kerugian, kebinasaan, kehancuran, keburukan (disarikan dari Tafsir Ibnu Katsir (1/200).

2). Definisi Puasa.

Allah Ta’ala berfirman :
Telah diwajibkan kepada kalian as-Shiyaam (puasa)
Ayat ini merupakan dalil yang menunjukkan kewajiban puasa bagi orang-orang beriman umat Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam. Nanti dalam ayat-ayat berikutnya akan dijelaskan bahwa kewajiban puasa itu tidak untuk seluruh waktu, namun hanya pada hari-hari tertentu saja, yaitu pada bulan Ramadhan.

Puasa (dalam bahasa Arab disebut shiyaam atau shoum) memiliki definisi secara bahasa dan definisi secara syar’i. Definisi puasa secara bahasa adalah ‘menahan diri untuk tidak berbuat sesuatu’. Dalam al-Quran, ada ayat yang menunjukkan penggunaan definisi puasa secara bahasa. Yaitu, perintah Allah kepada Maryam (ibunda Nabi Isa) :
…sesungguhnya aku bernadzar puasa untuk arRahman (Allah) sehingga aku tidak akan berbicara pada hari ini dengan manusia manapun (QS. Maryam : 26)

Dalam ayat tersebut, Maryam bernadzar untuk puasa, namun dalam definisi secara bahasa, yaitu ‘menahan diri untuk tidak berbicara’.

Sedangkan definisi puasa secara syar’i adalah :
Beribadah kepada Allah disertai dengan niat dalam bentuk menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa dari sejak terbit fajar shadiq hingga terbenamnya matahari (asy-Syarhul Mumti’ ala Zaadil Mustaqni’ (6/298)).

3). Puasa Telah Diwajibkan pula Pada Umat Sebelum Kita.

Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfiman :
 …sebagaimana diwajibkan kepada umat sebelum kalian…(QS. al-Baqoroh : 183)
Dalam ayat tersebut juga dijelaskan bahwa puasa adalah amalan yang diwajibkan tidak hanya bagi kaum muslimin umat Nabi Muhammad saja, namun juga pada umat sebelum kita.

Tidak didapati dalam hadits yang shahih tentang bagaimana tata cara berpuasa umat sebelum kita. Terdapat beberapa hadits, namun lemah. Seperti hadits Daghfal bin Handzhalah diriwayatkan atThobarony dan lainnya yang menyebutkan bahwa awalnya kaum Nashrani berpuasa Ramadhan, kemudian ada raja-raja mereka yang sakit dan bernadzar jika Allah beri kesembuhan akan menambah jumlah hari puasanya. Demikian berlangsung hingga kemudian jumlah hari puasa mereka menjadi 50 hari. Namun hadits tersebut lemah karena Daghfal bin Handzhalah bukanlah Sahabat Nabi menurut Imam Ahmad dan al-Bukhari, sehingga hadits tersebut masuk kategori mursal, terputus mata rantai periwayatannya.

Namun, pernyataan Allah bahwa puasa juga telah diwajibkan atas umat terdahulu memberikan manfaat penting :
1. Penambah semangat bagi kaum mukminin umat Nabi Muhammad, membuat mereka merasa ringan mengerjakan puasa. Karena pewajiban puasa tidak hanya khusus bagi mereka, namun juga umat sebelumnya. Sehingga umat Nabi Muhammad tidak akan berkata: Sungguh berat puasa ini, hanya kami yang dibebani dengan kewajiban ini.
2. Ibadah puasa adalah ibadah yang sangat dicintai oleh Allah. Karena itu, Allah telah mensyariatkannya sejak dulu kala.
3. Pensyariatan puasa pada umat ini adalah yang terakhir kali, sebagai penyempurna terhadap syariat-syariat sebelumnya.

4). Tujuan Utama Puasa untuk Mencapai Ketakwaan.

Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfiman :
…agar kalian bertakwa (Q.S al-Baqoroh : 183)
Ayat ini menunjukkan tujuan berpuasa adalah agar tercapai ketakwaan. Ibadah puasa yang dikerjakan dengan sebenarnya akan menghantarkan seseorang pada ketakwaan. Sedangkan ketakwaan adalah penghantar seseorang mendapatkan kesuksesan/ keberhasilan yang hakiki.

… dan bertakwalah kepada Allah agar kalian sukses/ berhasil (Q.S al-Baqoroh : 189, Ali Imran : 130, QS. Ali Imran : 200).

Maka tujuan inti dan utama dari berpuasa adalah untuk mencapai ketakwaan. Sedangkan manfaat lain yang akan dirasakan, seperti manfaat secara fisik terhadap tubuh, atau manfaat bagi kehidupan bermasyarakat, itu adalah efek tambahan yang mengikuti (disarikan dari penjelasan Syaikh Ibnu Utsaimin dalam tafsir surat alBaqoroh).





Ya Allah... semoga yang membaca artikel ini :
¤ Muliakanlah orangnya… Yang belum menemukan jodoh semoga lekas dipertemukan... Yang belum mendapatkan keturunan semoga cepat mendapatkannya… Semoga tergerak hatinya untuk bersedekah… Yang laki2 entengkanlah kakinya untuk melangkah ke masjid… Bahagiakanlah keluarganya… Luaskan rezekinya seluas lautan… Mudahkan segala urusannya… Kabulkan cita-citanya… Jauhkan dari segala Musibah, Penyakit, Prasangka Keji… Jauhkan dari segala Fitnah, Berkata Kasar dan Mungkar. Aamiin ya Rabbal'alamin.


 “Bila kau tak tahan lelahnya belajar maka kau harus tahan menanggung perihnya kebodohan” (Imam Syafi’i)

 
;